Karya: Tiffany Al- Qomariyah
Guru Fisika SMA Budhi Warman 2
Di usia
Siti yang menginjak 25 tahun wajar rasanya jika ia mulai kebingungan untuk
mencari pasangan. Dengan sepenggal kisah percintaan yang selalu berakhir tragis
alias putus, sulit rasanya bagi Siti untuk menetapkan pilihannya.
Awal
tahun ini Siti kembali merasakan kepahitan dalam drama percintaannya. Siti
putus dari kekasihnya yang sudah dipacari selama 5 tahun karena terganjal restu
orangtua dan karena ke-overprotective-an
sang pacar yang membuat Siti merasa terkurung kebebasannya.
Dalam
gumamnya Siti berucap “Sudahlah, sudah cukup. Aku tak ingin menjalin kasih lagi
jika hanya berujung pada perpisahan.” Dengan mantap Siti menutup dirinya untuk
laki-laki yang datang padanya. Pada suatu pagi dirumah, Ibu Siti memanggil Siti
yang sedang asik menyapu di halaman depan rumah
“Siti…
Siti… siniiiiiii” dengan tergesa-gesa Siti langsung menghampiri Ibunya,
“Ada
apa Bu?” Dengan muka berkeringat karena habis menyapu
“Siti, kapan kamu nikah? Mana calonmu? Inget,,
udah umur berapa kamu tuh? Ini Ibu baru saja dapat undangan lagi dari tetangga
kita yang akan menikahi anaknya minggu ini…”
Siti
sangat terganggu dengan pertanyaan Ibunya yang sering sekali menanyakan perihal
kapan dirinya menikah, maklum Siti adalah anak pertama dari 4 bersaudara dan
Ibu Siti masih menganut paham purbakala bahwa perempuan itu sudah harus menikah
di usia 25 tahun. Siti pun menjawab
“Ya
emang dikira nikah gampang? Kemarin pacaran ga direstuin, udah putus
ditanya-tanya mana calon… Ibu ini gimana?”
Mendengar
jawaban Siti, Ibunya bergumam…
“Heeeemmmm…
mau dijodohin sama laki-laki ganteng, kerjaannya enak, anak orang kaya malah
gamau, malah milih laki-laki jelek, masih kuliah, mikir Sit… Mikir… Kir…
dengerin nih kata orangtua.”
Melihat Ibunya
yang mulai kembali meradang, Siti pun mengabaikannya dengan kembali ke halaman
depan untuk melanjutkan menyapu.
Baca juga cerpen ; Dilema Sang Penasehat Kota
Baca juga cerpen ; Dilema Sang Penasehat Kota
Siti merupakan seorang karyawan disuatu kantor
swasta yang amat supel, berteman dengan banyak orang, tidak jarang ada beberapa
rekan kerjanya yang diam-diam memendam rasa padanya namun tidak cukup berani untuk
mengungkapkannya.
Sampai di suatu hari, ada karyawan baru bernama Jaka yang seruangan dengan
Siti dan cukup membuat heboh satu ruangan karena ketampanannya dan statusnya
yang masih “belum menikah” yang menjadi incaran bagi banyak perempuan. Namun
karena niat Siti yang mantap untuk menutup diri, maka Siti tidak terlalu
memperhatikan dan antusias dengan kedatangan Jaka.
Sebulan berlalu dengan kehadiran Jaka di ruang kerja tidak membuat Siti
merubah haluannya untuk tetap mengunci rapat-rapat hatinya. Tanpa di duga,
ternyata Jaka malah memperhatikan tingkah cuek Siti dan mengajaknya berkenalan.
“Hai, kamu Siti yah... Saya Jaka,
Siti lagi sendiri tidak? Kalau lagi sendiri, Saya mau coba untuk masuk,
hehehe.”
Siti hanya
kaget dan terdiam melihat tingkah Jaka yang begitu berani dan kemudian
meninggalkannya tanpa satu patah kata pun.
Usaha Jaka tidak berhenti sampai
disitu, Jaka mulai melakukan trik-trik untuk mendapat perhatian Siti, hingga
akhirnya Siti mulai menoleh pada Jaka dan membuka hatinya untuk Jaka. Jaka pun
mulai menunjukkan keseriusannya melalui perbuatan dan perkataannya pada Siti.
“Siti, aku ini benar-benar serius
padamu, aku ingin kita menuju kejenjang pernikahan.”
Siti pun merasa
senang bukan kepalang mendengar ucapan Jaka, dengan wajah malu-malu dan
kegirangan dalam hati, Siti berkata
“Iya Mas jaka, Siti juga maunya
serius. Siti udah gakmau main-main lagi. Semoga Allah meridhoi niat baik kita
yah Mas.”
Siti dan Jaka pun menjalani
hari-hari indah sebagai sepasang kekasih yang mempunyai harapan untuk menua
bersama. Jelas kabar gembira ini segera Siti sampaikan pada ibunya.
“Bu...Ibu, sini deh...”
“Siti mau cerita nih sama Ibu. Ini
Jaka Bu namanya (memperlihatkan foto Jaka di HP) Dia bilang mau serius sama
Siti, Dia mau ajak Siti untuk main kerumahnya dan Dia bakalan main kerumah kita
Bu untuk ketemu sama Ibu dan Bapak. Siti bentar lagi dilamar dan nikah Bu” ujar
Siti dengan tingkat percaya diri yang tinggi.
Dengan datar
Ibu Siti mengatakan...
“Ya... liatin aja dulu. Kan baru
kenal juga. Jangan menggebu-gebu, ke rumah aja belom.”
“Ibuuuuuuu, bukannya dukung anaknya,
malah flat gitu jawabnya, kaya yang
ga senang. Anaknya mau nikah nih...” Siti merasa kesal dengan jawaban Ibunya
Ibu Siti pun cuek
menanggapinya...
Pada bulan pertama perkenalannya,
Jaka sudah memberanikan diri untuk mengajak Siti kerumahnya. Hati Siti jadi tak
menentu, jantungnya berdetak begitu kencang ketika ia tiba di rumah Jaka dan
diperkenalkan dengan keluarga Jaka.
“Siti, kamu harus tau bahwa aku
belum pernah membawa perempuan manapun kepada orangtuaku, kecuali perempuan itu
aku anggap spesial” ujar Jaka meyakinkan.
Siti pun semakin merasa berbunga-bunga mendengarnya, itu berarti Siti telah
menjadi perempuan spesial untuk Jaka. Setelah selesai berkenalan, Siti pun
berpamitan untuk pulang. Sebelum pergi meninggalkan rumah Jaka, Siti
memberanikan diri untuk bertanya.
“Mas Jaka, kapan mas mau datang kerumah Siti? Ibu Siti nunggu Mas Jaka
datang loh, katanya mau kenal sama mas.”
“Hemmm... nanti yah, tunggu waktu senggang, banyak kerjaan kan dikantor dan
rumahmu jauh jadi butuh waktu luang untuk kesana.”
Mendengar
jawaban itu Siti sedikit kesal dan merasa sedih karena ternyata kekasihnya
memberatkan diri untuk datang kerumahnya, tapi Siti tidak berkecil hati.
Masuk bulan kedua, Siti semakin mantap menyiapkan dirinya untuk Jaka. Siti
mulai berandai-andai jika dirinya berada dipelaminan dengan menggunakan baju
adat sunda idamannya, harapan Siti pun semakin memuncak.
Saat hari libur tiba, siti hendak pergi ke Mall bersama sahabatnya yang
bernama Mala. Ketika Siti dan Mala sedang melihat-lihat baju, nampaklah sesosok
lelaki menyerupai Jaka. Awalnya Siti tidak yakin kalau itu Jaka karena lelaki
itu sedang bersama perempuan yang jauh lebih tua dari umurnya alias
tante-tante.
Hati Siti resah dan mulai meyakinkan kembali dan apesnya,
laki-laki itu benar Jaka. Lelaki yang dengan gagah dan lantangnya berucap untuk
serius dengannya ternyata berdusta. Seketika itu juga hati Siti hancur, harapannya
runtuh, impiannya mati melihat sang kekasih bersama perempuan lain. Tumpah air
mata Siti, sesak dada Siti dan temannya hanya berusaha untuk menenangkannya.
Sampai dirumah Siti langsung menceritakan apa yang baru dilihatnya di Mall
kepada sang Ibu, dengan bulir air mata yang seolah tiada henti-hentinya
mengalir. Dan dengan enteng sang Ibu menenangkan...
“Sudah, tidak perlu ditangisi. Kan sudah Ibu bilang jangan menggebu-gebu.
Baru juga kenal sudah kemakan rayuan murahan laki-laki yang ngajak nikah, kena
tipu kan”
Siti pun menjerit histeris menumpahkan kekecewaannya. Mala terus
mengelus-elus Siti menenangkannya... “Udah Sit, Udah... yang sabar. Bersyukur
Lu dikasih tau kebenarannya secepat ini, daripada udah jalan lama baru
kebongkar belangnya.’’
Siti yang masih sesegukan sedikit berpikir tentang ucapan temannya, “Ya
juga sih, harusnya gw bersyukur tapi kan gw jadi jomblo lagi, gw kena tipu, gw
gagal nikah lagi, gimana ini?”
“Tenang, jodoh itu ditangan Tuhan Sit. Serahkan semuanya pada Tuhan.” Ujar
Mala membuat Siti terdiam dan merenung
“Iya yah, Lu bener banget. Jodoh ditangan Tuhan, kalau bukan dia orangnya ya berarti bukan dia
jodoh yang Tuhan siapin buat gw. Ah Mala, lu teman terbaik gw” Siti langsung
memeluk Mala dengan erat.
“Nahhh... itu lo paham, gitu dong gausah galau. Tapi Sit (Mala berbisik)...
kalo umur Lo udah lewat dari 27 tahun, Tuhan juga angkat tangan ngurusin jodoh
Lo. Waspadalah... Waspadalah... Waspadalah...” HAHAHAHAHHAA Mala ketawa
terbahak-bahak dan membuat Siti kembali menjerit...
Tenang, jodoh itu ditangan Tuhan
Tapi, kalo umur Lo udah lewat 27 tahun,
Tuhan juga angkat tangan ngurusin jodoh Lo
Waspadalah... Waspadalah... Waspadalah...
Tentang Penulis
Tiffany Al- Qomariyah lahir di
Bandung, 15 Juli 1994. Anak pertama dari tiga bersaudara yang menyukai Bulan.
Telah menyelesaikan studi S1 Pendidikan Fisika di UHAMKA dengan gelar S.Pd dan
sedang melanjutkan studi S2 di UNINDRA dengan jurusan Pendidikan MIPA demi
mendapatkan gelar M.Pd. ini cerpen pertama yang berani ditulisnya. Ada pula
beberapa artikel sederhana yang berani ditulis dan tersimpan di blog.
Teman-teman
bisa menghubungi Tiffany di tiffanyalyah@yahoo.com atau melihat tulisan-tulisan kecil di
tiffanyaq.blogspot.com . Bisa pula melihat sekilas kehidupan Tiffany di twitter
@TiffanyAQ , Instagram @tiffanyalyah , atau facebook Tiffany Al – Qomariyah.
0 Comments
Need To Know..............